Surga, Utopia Baru Orang Muslim
ORAN, Aljazair - Proyek menulis masa depan: sebuah topografi surga dalam imajinasi orang Muslim abad pertengahan. Tapi bukan hanya abad pertengahan, untuk kalangan umat Islam saat ini surga juga berada di pusat wacana politik, khotbah dan imajinasi kontemporer. Surga sebagai tujuan bagi individu atau kelompok secara bertahap menggantikan impian pembangunan, stabilitas dan kemakmuran yang dijanjikan oleh dekolonisasi pasca perang di dunia Arab. Belakangan ini, seseorang membayangkan hari esok yang bahagia hanya setelah kematian, bukan sebelumnya.
"Surga menghiasi sendiri dirinya dalam kenikmatan," seorang penulis editorial menulis di sebuah surat kabar IslamAljazair selama Ramadhan (bulan puasa) kemarin. Pernyataan ini diikuti oleh deskripsi dari pesona, kelezatan, kegembiraan yang setia menanti setelah kematian. Fantasi surga ini, digambarkan sebagai tempat yang penuh dengan kesenangan, seks dan anggur, perhiasan emas dan pakaian sutra, adalah kebalikan dari kehidupan duniawi - dan rasa frustrasi yang dialami di negara-negara Arab yang menderita karena kegagalan ekonomi, perang dan kediktatoran yang berdarah.
Firdaus (asal kata "paradise", berasal dari bahasa Persia) dijanjikan oleh Quran dan telah banyak dijelaskan dalam literatur agama selama berabad-abad. Tapi dalam beberapa tahun terakhir, surga juga menjadi negara yang diimpikan oleh orang miskin, para pengangguran, orang percaya - dan para jihadis, berkat elit agama tertentu yang mempromosikannya sebagai sarana perekrutan.
Ini adalah pembaharuan yang menarik dari konsep kebahagiaan yang dominan setengah abad yang lalu. Saat itu, negara-negara Maghreb dan Timur Tengah - lahir dari dekolonisasi yang seringkali direbut dengan paksa dari pasukan penjajah yang mengakibatkan perang, kemiskinan dan kesengsaraan - menganjurkan sebuah visi masa depan berdasarkan kemerdekaan, egalitarianisme, pengembangan, kekayaan karya cipta, keadilan dan hidup berdampingan.
Visi utopia itu dalam jangkauan manusia, yang diambil oleh elit sosialis atau komunis dan bahkan beberapa monarki, adalah mimpi politik bersama, dan itu memberi legitimasi kepada rezim-rezim baru di mata kedua bangsa tersebut dan pemerintah asing. Dekolonisasi adalah era slogan besar tentang kemajuan bangsa dan modernisasi melalui proyek-proyek infrastruktur besar.
Tapi mimpi itu kemudian memburuk, karena pikiran-berdarah orang-orang rezim otoriter dan kegagalan politik kiri di dunia Arab.
Hari ini, seseorang harus menjadi seorang Muslim - karena iman, budaya atau tempat tinggal - untuk mengalami beratnya utopia post-mortem baru tentang lingkungan Islam yang beredar di internet dan media. Hal itu mengkondisikan imajinasi orang, pidato politik, lamunan warung-kopi dan rasa putus asa generasi muda. Surga telah datang kembali dengan mode yang baru, dijelaskan secara membingungkan oleh pengkhotbah, imam dan sastra fantasi Islam.
Titik utama penjualannya adalah perempuan, yang dijanjikan sebagai hadiah dalam jumlah yang besar bagi orang benar. Para wanita dari surga, bidadari, cantik, penurut, perawan yang patuh. Ide mereka memenuhi hampir semua bentuk kepercayaan Islam-erotis yang memotivasi para jihadis dan merekrut pria lain untuk membayangkan pelarian dari penderitaan seksual kehidupan sehari-hari. Pelaku bom bunuh diri atau pembenci perempuan, mereka berbagi mimpi yang sama.
Bagaimana dengan wanita yang diperbolehkan masuk ke taman yang kekal tersebut? Jika laki-laki dapat memiliki puluhan perawan, bagaimana dengan wanita, terutama mengingat kejantanan para pemimpi itu? Tanggapan para pengkhotbah kadang lucu: hadiah surgawi wanita adalah menjadi istri yang bahagia dari suaminya sepanjang keabadian, mereka berdua ditakdirkan untuk menikmati kebahagiaan suami-istri yang abadi, pada usia simbolis 33 dan dalam kesehatan yang baik. Dan jika wanita dirceraikan? Seorang pengkhotbah menjawab bahwa dia akan dinikahkan dengan seorang mati yang juga diceraikan.
Anehnya, mimpi tentang surga seorang Muslim berhadapan dengan mimpi lain yang antagonis sekaligus mirip: Dunia Barat. Gairah atau kebencian bagi orang Islam dan para jihadis disamakan, yakni Barat dan indulgensinya yang mewakili aspek lain dari post-mortem surga Muslim. Mimpi agar bisa pergi ke sana, entah sebagai migran atau sebagai martir. Salah satu mimpi pergi ke Barat adalah untuk hidup dan mati di sana, atau untuk menaklukkan dan menghancurkannya.
Utopia baru orang Muslim sangat rumit di dunia Arab saat ini. Apa yang memotivasi massa, memperoleh makna dari keputusasaan, meringankan beban dunia dan menggantikan kesedihan, tidak lagi merupakan janji akan sebuah negara yang kaya dan bahagia, seperti yang terjadi setelah dekolonisasi; melainkan visi surga di akhirat. Tapi fantasi tentang kebahagiaan kekal ini juga menyebabkan kegelisahan: Untuk betapapun banyak orang ingin mengabaikan ini, faktanya bahwa, untuk bisa masuk surga, yang pertama adalah seseorang harus mati.


1 komentar
vibrators,dog dildo,sex chair site link
ReplyDelete